Managing Direktur PT Zahir Internasional Muhammad Ismail Thalib. (Republika/ Amin Madani)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ramadhan
memiliki pesan sendiri bagi Chief Executif Officer (CEO) Zahir
Internasional, Muhammad Ismail Thalib. Kesan yang paling mendalam bagi
ayah dari dua orang anak ini adalah memulai tradisi keluarga berpuasa
penuh pada usia sedini mungkin.
Sebagai putra yang dibesarkan dari
tradisi Arab, Muhammad Ismail sejak kecil dididik disiplin dalam
beragama. Termasuk salah satunya kewajiban berpuasa oleh sang nenek.
“Memang ada motivasi dari keluarga agar di usia sedini itu bisa
dipaksakan untuk berpuasa penuh. Saat itu saya kelas tiga SD,” kata dia.
Dan salah satu yang memotivasi dirinya saat itu untuk berpuasa penuh adalah hadiah yang diberikan keluarga kepadanya. Cara seperti inilah yang akhirnya ia turunkan kepada ke dua orang anaknya agar mampu melaksanakan puasa sejak usia dini.
Namun diungkapkannya ada motivasi yang berbeda dari pengalamannya berpuasa sejak kecil dengan anak saat ini. Saat itu, katanya semua hadiah bisa memotivasi ia untuk melaksanakan puasa penuh. Namun anak saat ini gadget atau gawai merupakan pemicu dan tantagan anak zaman sekarang.
Sebagai praktisi IT, Muhammad Ismail memahami betul bagaimana pentingnya gawai tersebut. Namun ia juga sangat paham bagaimana perangkat ini mampu memberikan efek negatif terutama bagi anak-anak.
Pemimpin perusahaan aplikasi akuntansi terbesar di Indonesia ini juga selalu membatasi waktu anak bergelut dengan gawai dan internet di media sosial. Termasuk saat-saat bulan ramadhan. Pembatasan waktu tersebut membuat anak-anak tidak setiap hari bisa mengakses gadget baik untuk media sosial atau gim.
“Biasanya kita hanya perbolehkan untuk sabtu dan minggu, termasuk untuk saat bulan ramadhan,” ujar pria kelahiran Jeddah, Arab Saudi 33 tahun lalu ini. Selain pembatasan waktu menggunakan gawai, ia bersama sang istri juga mengawasi apa yang mereka anak-anak mereka buka dari perangkat tersebut, baik gim atau sosial media.
Bila diketahui akan memberikan dampak yang tidak baik, sesegera ia akan meminta untuk dihapus. Begitu juga dengan video-video yang mereka lihat. Semua harus dalam pengawasan, kalau ada hal menjurus negatif ia dan sang istri akan memberitahu hal itu kepada anak mereka.
Walaupun ia mengakui perangkat gawai dan internet sudah tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Namun ia bersama sang istri sudah berkomitmen khusus untuk ramadhan pembatasan harus dilakukan.
“Bagi saya ada hal yang lebih baik dan bijak bila gadget dan internet digunakan untuk mendengarkan alqur’an dan tausyiyah, atau hal yang mengarah kepada ibadah,” kata pria keturunan Yaman-Malang ini.
Bila bijak mengunakan gadget dan internet, menurutnya saat ini sangat banyak channel tausyiyah yang bisa menjadi pilihan di berbagai media sosial. Bahkan beberapa diantaranya sangat bagus, baik materi dan pematerinya.
Bila informasi channel tausyiyah itu ia temukan, Muhammad Ismail segera berbagi tautan tersebut dengan keluarga. Karena itu, baginya IT, internet dan perangkat gawai selalu member pilihan dampak positif dan negatif bagi anak. Di bulan ramadhan inilah, menurutnya peran orang tua menyaring agar perangkat ini akan berdampak positif.
Dan salah satu yang memotivasi dirinya saat itu untuk berpuasa penuh adalah hadiah yang diberikan keluarga kepadanya. Cara seperti inilah yang akhirnya ia turunkan kepada ke dua orang anaknya agar mampu melaksanakan puasa sejak usia dini.
Namun diungkapkannya ada motivasi yang berbeda dari pengalamannya berpuasa sejak kecil dengan anak saat ini. Saat itu, katanya semua hadiah bisa memotivasi ia untuk melaksanakan puasa penuh. Namun anak saat ini gadget atau gawai merupakan pemicu dan tantagan anak zaman sekarang.
Sebagai praktisi IT, Muhammad Ismail memahami betul bagaimana pentingnya gawai tersebut. Namun ia juga sangat paham bagaimana perangkat ini mampu memberikan efek negatif terutama bagi anak-anak.
Pemimpin perusahaan aplikasi akuntansi terbesar di Indonesia ini juga selalu membatasi waktu anak bergelut dengan gawai dan internet di media sosial. Termasuk saat-saat bulan ramadhan. Pembatasan waktu tersebut membuat anak-anak tidak setiap hari bisa mengakses gadget baik untuk media sosial atau gim.
“Biasanya kita hanya perbolehkan untuk sabtu dan minggu, termasuk untuk saat bulan ramadhan,” ujar pria kelahiran Jeddah, Arab Saudi 33 tahun lalu ini. Selain pembatasan waktu menggunakan gawai, ia bersama sang istri juga mengawasi apa yang mereka anak-anak mereka buka dari perangkat tersebut, baik gim atau sosial media.
Bila diketahui akan memberikan dampak yang tidak baik, sesegera ia akan meminta untuk dihapus. Begitu juga dengan video-video yang mereka lihat. Semua harus dalam pengawasan, kalau ada hal menjurus negatif ia dan sang istri akan memberitahu hal itu kepada anak mereka.
Walaupun ia mengakui perangkat gawai dan internet sudah tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Namun ia bersama sang istri sudah berkomitmen khusus untuk ramadhan pembatasan harus dilakukan.
“Bagi saya ada hal yang lebih baik dan bijak bila gadget dan internet digunakan untuk mendengarkan alqur’an dan tausyiyah, atau hal yang mengarah kepada ibadah,” kata pria keturunan Yaman-Malang ini.
Bila bijak mengunakan gadget dan internet, menurutnya saat ini sangat banyak channel tausyiyah yang bisa menjadi pilihan di berbagai media sosial. Bahkan beberapa diantaranya sangat bagus, baik materi dan pematerinya.
Bila informasi channel tausyiyah itu ia temukan, Muhammad Ismail segera berbagi tautan tersebut dengan keluarga. Karena itu, baginya IT, internet dan perangkat gawai selalu member pilihan dampak positif dan negatif bagi anak. Di bulan ramadhan inilah, menurutnya peran orang tua menyaring agar perangkat ini akan berdampak positif.
Sumber:http: www.republika.co.id
0 komentar:
Posting Komentar